Mengenang Abang Kami, Dr. Ignas Kleden, M.A

tony kleden2

Oleh Tony Kleden

Saya menulis kisah kenangan ini dengan perasaan mengharubiru.  Perasaan itu muncul terutama karena sudah hampir tiga bulan saya lebih banyak berada di Waibalun, Flores Timur.

Bacaan Lainnya
Scroll kebawah untuk lihat konten
Ingin Punya Website? Klik Disini!!!

Bagi saya, dan hampir pasti bagi semua  orang dari desa mana pun,  desa/kelurahan  tempat lahir itu seperti punya ‘kekuatan  supranatural’  yang selalu  menyertai di setiap jejak langkah.

Kekuatan itulah yang memompa spirit, menghembuskan  ausdauer dan lalu membangkitkan  ‘ike kewaat’  (semacam ‘korsa’)  hingga  menjadi ‘atadiken’ (orang dengan kekuatan) di mana pun berada.

Meski dirundung duka dan diselimuti rasa kehilangan,   saya dengan bangga menulis kisah kenangan serba ringkas ini. Bangga sebagai orang (ata) Waibalun.  Kebanggaan itu terutama juga karena nama abangku, Dr. Ignas Kleden,  lahir, hidup dan berkarya menerabas batas Waibalun, menembus sekat  suku, melampaui ike kewaat ata Waibalun.

Maka tulisan ini  ini menjadi ungkapan kebanggaan, kekaguman dan  apresiasi terhadap Ignas, yang sudah menutup mata untuk selamanya, kembali ke Tuhannya yang tidak saja disembahnya, tetapi juga Tuhan yang diimani menurut akal sehatnya.

Terus terang, secara  personal saya tidak terlalu dekat dengan Ignas. Selain karena terpaut  usia yang jauh sekitar 19 tahun, juga karena kami sangat jarang bertemu.

ignas kleden2
Dr. Ignas Kleden, M.A

Di rumah dan di kalangan keluarga dekat, Ignas dipanggil dengan nama Ite, sapaan halus dari  Piter. Nama baptisnya Ignatius Nasu Kleden. Nama Piter diambil dari nama kakeknya (dari garis keturunan mama), Petrus Gege Hadjon.

Pos terkait