Oleh : Pater Kons Beo, SVD
“Hai pemalas, berapa lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring…” (Kitab Amsal 6:9-10)
Tergolong usia produktif? Rujukan resminya terbentang antara usia 15 – 64 tahun. Seseorang dipastikan telah selesaikan studi atau kursus formalnya. Dan, seseorang di usia ini, katanya pula, siap atau telah masuk dalam upaya ‘membangun hidup lewat karier atau menata dan tekuni satu dua pekerjaan.’
Namun, pada intinya, usia produktif terkonek erat dan lurus pada ‘usia kerja yang bisa menghasilkan barang dan jasa.’ Maka di usia inilah seseorang dituntut ada di jalur kreatif, inovatif dan produktif. Siapapun pasti tahu dalam sadar terdalam bahwa di usia-usia itulah manusia ‘ditakar dalam apa yang dihasilkan.’
Dan dari apa yang dihasilkan itu diyakini jelas adanya ‘jaminan hidup.’ Setidak-tidaknya untuk ‘butuh-butuh yang mendasar.’ “Lu mo makan apa jika di usia produktif ini tak ada apa yang dihasilkan?’ Bagaimana pun untuk ‘dapat makan’ atau miliki kepastian jaminan hidup lainnya dituntut adanya ‘pekerjaan atau satu dua kerja nyata.’